Dalam beberapa hari terakhir, jumlah penularan COVID-19 menunjukkan tren menurun.
Pada akhir September dan awal Oktober ada hampir 5.000 kasus positif setiap hari, belakangan ini jumlahnya menurun hingga di bawah 3.000 kasus.
Jumlah kasus positif COVID-19 yang dilaporkan pada 31 Oktober adalah 3.143, turun menjadi 2.696 pada hari berikutnya dan 2.618 pada hari Senin sebelum sedikit meningkat menjadi 2.973 pada hari Selasa.
Namun, meski jumlah kasus harian yang dilaporkan menurun, jumlah tes juga menurun.
Inisiatif KawalCOVID19 telah mencatat penurunan tes dan pemeriksaan spesimen di seluruh negeri.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, M. Budi Hidayat, mengatakan penurunan tes tersebut karena kasusnya juga cenderung turun.
“Jumlah kasus yang dicurigai turun, begitu juga dengan jumlah sampelnya. Di beberapa provinsi ada yang cenderung turun, mudah-mudahan trennya bagus,” kata Budi, Senin seperti dikutip dari Antara. kompas.com.
Merujuk data Badan Kesehatan Dunia (WHO), angka dugaan infeksi terus meningkat dari akhir September hingga akhir Oktober.
Sementara itu jumlah pengujian dan pemeriksaan spesimen juga mengalami penurunan yang menyebabkan semakin melebarnya jarak antara kasus yang dicurigai dengan pengujian yang dilakukan.
Menanggapi penurunan kapasitas pengujian COVID-19, ahli epidemiologi Indonesia di Griffith University Australia, Dicky Budiman, mengatakan hal ini bisa menjadi vital, karena kita belum memiliki pemahaman tentang peta pandemi yang sebenarnya di negara tersebut.
Menurut Dicky, rendahnya kapasitas pengujian merupakan masalah klasik di Indonesia dan belum ada perubahan. “Banyak pembuat kebijakan akan berasumsi bahwa situasi telah terkendali karena cakupan pengujian yang rendah. Itu akan menyesatkan mereka untuk mengambil keputusan sebagai tanggapan,” katanya.
Ia menambahkan, rendahnya jumlah kasus harian yang dilaporkan bukanlah dasar yang kuat untuk berasumsi bahwa situasi COVID-19 telah membaik, terutama di negara-negara dengan tingkat pengujian yang rendah seperti Indonesia.
Dari bagan pemodelan dari empat institusi tersebut diperkirakan rata-rata jumlah harian baru infeksi COVID-19 baru di Indonesia masih tinggi, ujarnya.
Keempat model tersebut berasal dari Imperial College London (ICL), Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME), Youyang Gu (YYG) dan London School of Hygiene and Tropical Medicine (LSHTM).
“Keempat model sepakat bahwa sebenarnya infeksi di Indonesia jauh melebihi angka resmi kasus yang dilaporkan,” kata Dicky.
Dia menegaskan, indikator awal penurunan kasus COVID-19 tidak bisa berdiri sendiri. Indikator timbal harus digabungkan dengan angka positif di Indonesia yang masih di atas 10 persen.
“Masih sangat tinggi dan bukan sesuatu yang positif. Angka kematian, yang relatif stagnan dalam dua digit, adalah sinyal, tahun depan bisa lebih buruk, ini bukan sesuatu yang bisa berakhir dalam setahun. Pengujian harus ditingkatkan merata dan merata, “terang Dicky. (iwa)
Catatan Editor: Artikel ini adalah bagian dari kampanye publik oleh satuan tugas COVID-19 untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pandemi.
“Rentan terhadap sikap apatis. Penggila musik yang setia. Pembuat masalah. Analis tipikal. Praktisi alkohol. Pecandu makanan. Penggemar TV yang bergairah. Pakar web.”