JAKARTA, KOMPAS.com – Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono menyebut kekerasan oleh aparat kepolisian terhadap jurnalis saat meliput unjuk rasa menolak UU Kreasi Kerja disebabkan oleh situasi yang kacau dan tidak dapat diprediksi.
“Kita memang harus jujur mengakui bahwa kita seharusnya melindungi wartawan ya, kadang-kadang kalau sudah situasinya itu kekacauan dan kemudian anarkis, kadang-kadang anggota sendiri pun melindungi dirinya sendiri,” kata Argo dalam konferensi pers yang disiarkan akun Youtube Kompas TV, Jumat (8/10/2020).
Baca juga: LBH Pers Kutuk Kekerasan ke 4 Jurnalis saat Meliput Demo Tolak UU Cipta Kerja di Jakarta
Argo berjanji akan mengusut kekerasan terhadap jurnalis yang dilakukan oleh aparat kepolisian.
“Nanti kita akan pemeriksaan kembali dulu, kita selidiki seperti apa ya di sana,” ujar Argo.
Dalam kesempatan yang sama, Argo kembali mengimbau jurnalis untuk menunjukkan identitas yang jelas saat meliput aksi unjuk rasa.
Argo juga mendorong agar jurnalis berkomunikasi dengan petugas serta berdiri di lokasi yang aman misalnya di belakang barikade polisi.
“Sampaikan saja di sana bahwa saya seorang wartawan, saya ingin meliput,” kata Argo.
Baca juga: Kami Tidak Mengerti Kenapa Tembakan Gas Air Mata Membabi Buta
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mencatat sebanyak empat jurnalis menjadi korban kekerasan saat meliput jalannya aksi unjuk rasa menolak Undang-undang (UU) Cipta Kerja di Jakarta pada Kamis (8/10/2020).
Direktuf Eksekutif LBH Pers Ade Wahyudin mengatakan, kekerasan terhadap empat jurnalis itu berupa penganiayaan hingga perampasan alat kerja.
“Penangkapan, penganiayaan, dan perampasan alat kerja,” ujar Ade kepada Kompas.com, Jumat (9/10/2020).
Ade mengatakan, jumlah kasus kekerasan terhadap empat jurnalis ini belum termasuk kasus yang terjadi di luar Jakarta.
“Penyelenggara. Pakar budaya pop yang sangat menawan. Penginjil perjalanan kelas atas. Pemecah masalah yang tak tersembuhkan.”