Jakarta (ANTARA) – Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo mengimbau masyarakat tidak mempercayai hoax atau hoax terkait omnibus law penciptaan lapangan kerja yang disetujui Dewan Perwakilan Rakyat pada 5 Oktober 2020.
“Di luar sana, berbagai propaganda, hoax, misinformasi, dan juga disinformasi mendiskreditkan UU Cipta Kerja. Misalnya muncul isu Upah Minimum Kabupaten / Kota (UMK) dan Upah Minimum Sektoral (UMS) Kabupaten / Kota ditiadakan. itu tidak benar, “kata Soesatyo dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Dalam aturan sebelumnya, pesangon yang diberikan kepada pekerja mencapai 32 kali lipat gaji bulanan. Namun, hanya tujuh persen dari perusahaan yang patuh karena beban besar yang harus mereka tanggung. Soesatyo menilai aturan sebelumnya menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pekerja yang di-PHK (PHK) dan investor.
Berita Terkait: Juru bicara meyakini omnibus law tentang penciptaan lapangan kerja akan memacu perekonomian
Berita Terkait: Omnibus bill tentang penciptaan lapangan kerja: game changer untuk siapa?
Untuk itu, Ketua MPR menilai penyesuaian pesangon menjadi 25 kali gaji pekerja itu realistis agar tidak membebani perusahaan.
“Ke depan, perusahaan tidak bisa membantah dengan mengemukakan berbagai alasan tidak membayar pesangon. UU Cipta Kerja juga memuat peraturan baru tentang perlindungan sosial berupa jaminan kehilangan pekerjaan / JKP (Pasal 18). JKP tidak menambah beban. pada pekerja karena ditujukan untuk upgrading dan upskilling serta membuka akses informasi ketenagakerjaan bagi pekerja yang menghadapi PHK, ”jelasnya.
Soesatyo menjelaskan bahwa tidak benar pula bahwa undang-undang mengatur jam kerja yang terlalu eksploitatif dan tidak manusiawi serta menghilangkan hak untuk keluar. Padahal, Pasal 77 Ayat 2 UU Cipta Kerja mengatur jam kerja delapan jam sehari selama lima hari kerja setiap minggunya dan sebanyak tujuh jam sehari selama enam hari kerja.
Mengingat tren ketenagakerjaan di era Revolusi Industri 4.0 yang menuntut jam kerja yang fleksibel sesuai kesepakatan antara pekerja dan pengusaha, ketentuan ini justru memudahkan pekerja untuk menggunakan jam kerjanya. Mereka tidak perlu menghabiskan waktu seharian di ke kantor tapi bisa kerja dari rumah atau di mana saja, ”tandasnya.
Berita Terkait: Hartarto: Omnibus law untuk membantu Indonesia keluar dari jebakan pendapatan menengah
Berita Terkait: RUU Omnibus disahkan menjadi undang-undang di tengah kritik yang meningkat
“Rentan terhadap sikap apatis. Penggila musik yang setia. Pembuat masalah. Analis tipikal. Praktisi alkohol. Pecandu makanan. Penggemar TV yang bergairah. Pakar web.”